Rabu, 27 November 2013

Cara Efektif Memilih Jurusan SMA yang “GUE BANGET…”

beni badaruzaman
Setiap orang pada akhirnya akan menekuni sebuah profesi tertentu yang menurut mereka cocok sebagai sumber penghidupan sekaligus kehidupan dan nyaman dalam menjalaninya. Profesi yang pas tersebut selalu berpijak pada bakat alami yang tidak bisa dilepaskan dari mesin kecerdasan otaknya. Nah, awal saat meniti karir di profesi yang akan ditekuni adalah ketika ia memilih jurusan dalam pendidikan yang akan dilalui menuju profesi tersebut. Penentuan jurusan yang paling dini dalam pendidikan adalah saat mau masuk SMA, dimana menurut kurikulum 2013, penentuan jurusan dilakukan mulai kelas 1 SMA.

Terkait dengan kebutuhan penentuan jurusan tersebut, STIFIn memberikan arahan berdasarkan hasil tes fingerprint siswa, yang sejatinya disesuaikan dengan bakat alami dan mesin kecerdasan masing-masing siswa. Caranya, lakukan tes sidik jari STIFIn. Matriksnya kurang lebih sebagai berikut :

No.
Mesin
Pilihan Utama
Pilihan
Pilihan
Kecerdasan
Rekomendasi STIFIn
Kedua
Ketiga
1
Si
Bahasa
IPS
IPA
2
Se
Bahasa
IPS
IPA
3
Ti
IPA
IPS
Bahasa
4
Te
IPA
IPS
Bahasa
5
Ii
IPA
Bahasa
IPS
6
Ie
IPA
Bahasa
IPS
7
Fi
IPS
Bahasa
IPA
8
Fe
IPS
Bahasa
IPA
9
In
IPS/Bahasa
IPA
-

Sabtu, 02 November 2013

STIFIn sebagai alat tes

beni badaruzaman
Setelah menjelaskan konsep, disini ini kita akan bicara tentang STIFIn sebagai alat tes. STIFIn sebagai alat tes diturunkan dari konsep STIFIn. Perlu diperhatikan baik-baik, STIFIn sebagai alat tes hanya menjawab dua pertanyaan saja, tidak lebih dan tidak kurang:
  • Dimana letak belahan otak dominan? 
  • Pada belahan otak yang dominan tersebut dimana lapisan otak yang dominan? 
Setelah dua pertanyaan itu terjawab, terkuaklah jutaan informasi yang bisa dibahas dengan pendekatan berbagai teori tentang manusia. Hal ini sekadar untuk menunjukkan bahwa hasil tes STIFIn bukanlah ramalan, apalagi tebak-tebakan. STIFIn jauh dari semua bid’ah ilmu pengetahuan itu. Meski begitu, para ilmuwan psikologi arus utama, (harus disebut arus utama karena ada juga sebagian psikolog yang tidak seperti ini), masih belum bersedia menerima dan mengakui alat tes di luar yang dipakai selama ini, pencil and paper dan alat ukur ilmiah lainnya, yang sesungguhnya berkecenderungan hanya memotret fenotip. Mereka dinilai melanggar kode etik jika mengakui tes di luar alat test yang dipakai selama ini. Karenanya kita, STIFIn, ketimbang membuang–buang waktu berdiskusi mengenai alat tes yang bisa berubah menjadi diskusi warung kopi alias debat kusir, tinggalkan saja diskusi tentang alat tes, dan ajak para ilmuwan psikologi untuk berdiskusi mengenai konsep STIFIn, supaya produktif.

Ok..kita tinggalkan ilmuwan psikologi sebentar. Kita lihat cara kerja alat tes STIFIn. Sepuluh jari Anda di-scan. Data guratan atau sidik jari Anda diolah oleh aplikasi komputer untuk menentukan be- lahan dan lapisan otak dominan. Setelah mengetahui belahan dan lapisan otak dominan, kemudian diketahuilah jenis kecerdasan Anda, salah satu diantara 5 mesin kecerdasan dan salah satu diantara 9 personaliti genetik. Pertanyaan intinya yang selalu ditanyakan setiap orang adalah apa hubungan antara guratan sidik jari dengan otak. Mari kita urai satu persatu, supaya paham duduk soalnya.

Pertama, dan terutama, tidak ada guratan atau sidik jari yang sama antara manusia yang satu dengan yang lain diantara miliaran orang penduduk bumi, baik orang pada jaman dulu, jaman sekarang, dan jaman yang akan datang. Bukan saja sudah menjadi rahasia umum tapi juga sudah dibuktikan oleh banyak penelitian. Setiap manusia lahir ke dunia dalam keadaan sidik jari yang unik, tidak akan sama dengan orang lain. FBI di USA atau INAFIS di Indonesia telah punya rumus baku bagaimana mengidentifikasi jenis sidik jari seseorang. Kami di sini mengartikan bahwa jika sidik jari setiap manusia unik, maka komposisi otak setiap manusia dengan sendirinya juga unik. Sidik jari merupakan wajah sistem syaraf, dimana otak adalah pengendali sistem syaraf di seluruh tubuh sehingga sidik jari dengan sendirinya terhubung dengan otak secara langsung.

Kedua, jumlah garis pada setiap jari mencerminkan kapasitas bagian otak tertentu. Dengan menggunakan metode Ridge Counting, jumlah garis yang ada diantara delta dan core sidik jari pada setiap jari dapat diketahui. Dari hasil penghitungan itu yang berupa jumlah garis di setiap jari dapat disimpulkan ukuran otak masing-masing bagian. Hasil ridge counting inilah yang kira-kira sama dengan hasil analisis bentuk kepala kita. Jika jumlah garis yang paling banyak adalah pada jari yang terhubung dengan otak kiri atas, maka kapasitas (ingat sekali lagi kapasitas) paling besar adalah bagian otak yang pandai belajar logika dan matematika. Perlu Anda ketahui metode inilah yang dipakai oleh semua tes sidik jari yang ada saat ini, tentu saja selain STIFIn. Masalahnya, sistem operasi otak, bisa saja dikendalikan oleh bagian otak yang ukuran atau kapasitasnya lebih kecil. Karena itu harus ada cara lain yang bisa menghubungkan sidik jari dengan sistem operasi otak. Metode identifikasi ala INAFIS atau metode ridge counting ala tes sidik jari yang lain ternyata tidak bisa melakukan fungsi ini. Disinilah, kekuatan STIFIn, selangkah di depan, karena menemukan metode baru menganalisis sidik jari yang dikorelasikan langsung dengan sistem operasi otak.

Ketiga, kadar sistem operasi otak dapat diestimasi di setiap jari. Jadi pada jari tertentu yang memiliki kadar sistem operasi paling kuat langsung terpetakan jenis mesin kecerdasannya dan personaliti genetiknya sesuai dengan belahan dan lapisan otak pasangan jari tersebut. Bagaimana jika ada jari yang putus atau tidak lengkap? Apakah masih bisa diketahui kecerdasannya? Sepanjang tidak semua jarinya putus, orang yang tidak lengkap jarinya itu sesungguhnya masih bisa ikut tes namun tidak kami layani karena kerap disalahgunakan oleh peserta tes yang jarinya komplit. Caranya, kita dapat petakan kecerdasannya dari jari yang paling lemah kadar sistem operasinya. Kok bisa? Sederhana, karena setiap jari punya pasangan: yang lemah berpasangan dengan yang kuat. Jadi jika jari yang masih ada itu ternyata yang kuat kadar sistem operasinya, maka tentu dengan sendirinya yang putus tadi adalah yang lemah kadarnya. Begitu pula sebaliknya. Dari situlah sistem operasi dominan akan terpetakan. Tapi semakin lengkap jarinya, tentu saja semakin baik hasil analisisnya. Kalau Anda bertanya bagaimana formula mengukur sistem operasi tentu saja menjadi rahasia dapur kami. Sedangkan jari yang mana yang berkait dengan bagian otak yang mana akan dijelaskan lebih rinci pada sesi 3 nanti.

Sebagaimana sifat teknologi yang terus berkembang mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan, alat test STIFIn tentu saja memiliki peluang untuk diperbaiki. Bahkan mungkin suatu saat diganti dengan alat tes yang mengikuti perkembangan teknologi terbaru yang terus bergerak ke depan. Jika sekarang berdasarkan sidik jari, bukan tidak mungkin kelak menggunakan jenis tes biometrik lain yang lebih lengkap, katakanlah kornea mata, atau bahkan lebih jauh lagi meng- gunakan tes DNA ketika pada suatu saat uji klinis DNA nanti sudah bisa dimassalkan dengan harga yang murah.

Tingkat akurasi test STIFIn

Bagiamana sih kehandalan alat tes STIFIn? Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh lembaga independen, dari 352 orang yang melakukan tes ulang, satu bulan setelah tes sebelumnya, hanya 3 orang yang hasilnya berubah. Dengan demikian akurasinya di atas 95%. Sedangkan berdasarkan data dari STIFIn sendiri, sebagian besar dari 60 ribu orang lebih yang sudah melakukan tes STIFIn mengaku bahwa apa yang ditampilkan dari hasil tes itu menjelaskan secara sempurna apa yang mereka rasakan selama ini. Tidak kurang 95% dari mereka yang sudah menggunakan alat test STIFIn itu menyatakan ekspresi mereka setelah tes sebagai, “gua banget” atau “kok bisa pas sih” atau “jadi malu aku seperti ditelanjangi” atau “kok bisa ya?” dan berbagai komentar senada lainnya. Maka, meski alat tes ini memiliki ruang untuk diperbaiki, namun akurasinya saat ini sudah mapan di atas 95%. Dalam riset ilmu sosial ini adalah sebuah angka yang fantastis.

Tes STIFIn ini mengukur unsur genetik seseorang, sesuatu yang dibawa lahir dan tidak berubah sepanjang hayat. Sedangkan alat seperti pencil and paper test seringkali hanya bisa mengukur fenotip seseorang, sesuatu yang tampak secara lahiriah ketika tes sedang di- laksanakan. Itu sama artinya dengan tampilan yang berubah sesuai dengan kondisi lingkungan. Ahli kedokteran olahraga dari University of London, Nicola Maffulli, mengatakan faktor gen menemukan 30-60 persen keberhasilan latihan fisik orang biasa. Pada atlet, gen menentu- kan keberhasilan hingga 83 persen. Sedang menurut Stephen Roth ahli genetika dari University of Maryland di Baltimore, 80 persen kemam- puan fisik ditentukan oleh gen bukan oleh latihan (Koran Tempo 2 Agustus 2012 halaman A12).

Rumus Fenotip 100% = Genetik 20% + Lingkungan 80% ini membuat tak sedikit manusia galau dan tak kurang pula banyaknya yang lebay. Mereka galau karena sudah mempercayakan nasibnya pada fenotip 100%, namun tetap tidak mencapai performa tertingginya: SuksesMulia. Sebaliknya, mereka menjadi lebay karena sudah terlanjur percaya berlebihan pada konsep bahwa lingkunganlah yang paling berperan dan bukan pada potensi bawaan, tapi tak mendapatkan apa yang mereka harapkan. Ya, rumus itu benar belaka. Lingkunganlah yang menempati porsi terbesar dalam pengembangan diri. Tapi, genetik yang meski porsinya hanya sekitar 20 persen tapi sangat menentukan. Ini mirip seperti; Hukum Dari Yang Sedikit (law of the vital few) dimana yang sedikitlah yang dominan atau penentu. Jadi, mereka yang berpegang teguh kepada genetik 20% - lah yang kemudian merasa bahagia dan senang dalam menjalani hidupnya. Terlebih jika berada atau dia ciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan genetiknya tadi. Sempurnalah hidupnya. Pelajaran penting dari pengetahuan tadi adalah: temukanlah genetik Anda. Bagi yang percaya pengaruh genetik hanya 20 persen atau bahkan yang percaya hingga 80 persen, hanya pintu genetiklah yang lebih memastikan kesukses-muliaan Anda.

Tuhan memberi resep kepada manusia untuk bersyukur dengan ilmu yang betul. Apabila ilmu yang dipakai salah atau tidak tepat, maka tujuannya tidak akan tercapai, setidak-tidaknya jalan menuju tujuan akan panjang dan penuh kelokan. Jadi, pakailah ilmu yang benar untuk menemukan ‘karpet-merah’, yakni jalan yang tepat, cepat, murah, dan menyenangkan. Semua manusia, dalam keadaan apapun atau dalam kondisi apapun, memiliki jalan suksesnya sendiri- sendiri semudah dan semeriah menjalani ‘karpet-merah’nya. Itulah surga dunianya. “Barangsiapa tidak menemukan surga dunianya, maka ia tidak akan memasuki surga akhirat-Nya” kata Ibnu Taimiyah. Konsep STIFIn diniatkan sebagai amal kifayah untuk memudahkan manusia menemukan jalan SuksesMulianya. Sebagaimana seruan yang disebut 4 kali dalam Al Quran....i’maluu ‘alaa makaanatikum... atau berbuatlah sesuai dengan keberadaan-terbaikmu. Konsep STIFIn diharapkan menjadi bagian dari pencerahan agar manusia mampu menjalani keberadaan-terbaiknya. Siapa saja!

Pada akhirnya, fakta keseharian berbicara bahwa lebih mudah menggunakan pendekatan ala STIFIn, yaitu: sistem operasi dominan disyukuri dan diberi investasi yang besar, sedangkan kecerdasan yang bukan sistem operasi dibiarkan berkembang secara alamiah dan dijalankan penuh sabar. Kombinasi mensyukuri kelebihan dan bersabar dengan kelemahan menggunakan ilmu yang betul, yang akan membuat kita semua selamat sampai di tempat terbaik...dan... terindah. SuksesMulia.

STIFIn Bukan Ramalan

beni badaruzaman
Konsepnya dibangun berdasarkaan teori-teori para ahli di bidangnya yang kemudian dielaborasi. Terdapat tiga terori yang menjadi dasar pijakan konsep STIFIn, masing-masing:
o Teori Fungsi Dasar dari perintis psikologi analitik berkebangsaan Swiss bernama Carl Gustav Jung yang mengatakan bahwa terdapat empat fungsi dasar manusia yakni fungsi pengindraan (sensing), fungsi berpikir (thinking), fungsi merasa (feeling), dan fungsi intuisi (intuition). Dari empat fungsi dasar itu, hanya salah satu diantaranya ada yang dominan.

  1. Teori Belahan Otak dari seorang neurosaintis Ned Hermann yang membagi otak menjadi empat kuadran yakni limbik kiri dan ka- nan, serta cerebral kiri dan kanan. 
  2. Teori Strata Otak Triune (tiga kepala menyatu) dari neurosaintis lain yang berkebangsaan Amerika, Paul MacLean yang membagi otak manusia berdasarkan hasil evolusinya: otak insani, mamalia, dan reptilia.

Di atas segalanya, perlu digarisbawahi, konsep STIFIn bukan sekedar mengubah dari 3 kotak (MacLean) menjadi 4 kotak (Jung dan Hermann) kemudian menambahkan satu lagi kotak menjadi 5 (STIFIn). Jika hanya begitu adanya, STIFIn tidak lebih dari hanya sebuah rangkuman dan berhenti di situ. Fakta bahwa STIFIn bisa menjelaskan banyak hal, membuktikan bahwa konsep ini memiliki hal-hal baru hasil sintesa. STIFIn memiliki hal-hal berikut ini:

  • Teori menyilang sebagai superior dan inferior dalam satu paket, 
  • Teori irisan persamaan (diantara kutub perbedaan pada kuadran dan diagonal) 
  • Teori hubungan sosial segi lima yang unik dan logis (kami menyebutnya dengan Teori Sirkulasi STIFIn), 
  • Teori keselarasan metabolisme tubuh berdasarkan mesin kecerdasannya, 
  • Teori kalibrasi berdasarkan mesin kecerdasannya, 
  • Teori genetika sesuai mesin kecerdasannya, 
  • Teori strata genetik mulai dari Mesin Kecerdasan-Drive Kecerdasan-Kapasitas Hardware-Golongan Darah. 

Kelak di kemudian hari, berpeluang muncul banyak teori-teori lain, sekadar untuk menunjukkan betapa universalnya konsep STIFIn. Ini bisa dibilang teori palugada, apa lu mau gua ada.

Sejarah Perkembangan Konsep STIFIn : SIMPLE-AKURAT-APLIKATIF

beni badaruzaman

Sejarah perjalanan konsep STIFIn dimulai tahun 1999 ketika Farid Poniman bersama partnernya, Indrawan Nugroho, yang kemudian diikuti oleh Jamil Azzaini mendirikan lembaga training Kubik Leadership. Lembaga training tersebut setiap memulai program trainingnya terlebih dahulu memetakan peserta training sesuai dengan jenis kecerdasannya. Sebagai konsep, STIFIn kala itu bisa dibilang masih embrio. Perbaikan konsep dilakukan di sana-sini seiring dengan berkembangnya penyelenggaraan training Kubik Leadership. Namun, kala itu, tesis atau hipotesisnya sudah matang dan kukuh bahwa manusia memiliki kecerdasan genetik. Berapa persisnya, itulah yang saya sebut terus berkembang.
Pada awalnya, Farid Poniman menggunakan empat kecerdasan yakni S, T, I, dan F seperti kita bisa baca dalam buku best seller Kubik Leadership. Pergulatan intelektual dan penyempurnaan terus dilakukan oleh Farid Poniman, sebelum terbitnya buku ke DNA SuksesMulia yang akhirnya berujung pada penemuan kecerdasan ke lima, yakni In. Sekarang STIFIn sudah final dengan 5 mesin kecerdasan dan 9 personaliti genetik. Artinya tidak akan ada jenis kecerdasan ke-6 dan tidak akan ada personaliti genetik yang ke-10.

Setelah dilakukan riset untuk sekian lama, kini konsep STIFIn sudah sangat kokoh. Kekuatan utamanya terletak pada konsep yang simpel, akurat, serta aplikatif. Kita bahas satu per satu ketiga frasa tersebut.

Simpel 
Mulai dari simpel. Kenapa disebut simpel? Penjelasannya sederhana karena dari miliaran manusia, oleh STIFIn dikelompokkan hanya dalam 5 mesin kecerdasan dan 9 personaliti genetik. Kita tidak pusing dengan pengelompokan manusia dalam banyak kotak, se-perti MBTI dan socionic yang mengelompokkan dalam 16 kotak. Jika berkaitan dengan kecerdasan, STIFIn cukup 5 kotak, yaitu:...S,....T,.....I,.....F,..... In. 5 mesin kecerdasan itu mencakup seluruh jenis kecerdasan yang ada yang dimiliki manusia di muka bumi ini. Bahkan alien pun, an- daikan alien itu memang ada, bisa dimasukkan satu diantara 5 mesin kecerdasan. Kalau dilihat dari bentuk kepalanya, berdasarkan foto yang beredar yang umum dipercayai sebagai makhluk luar angkasa, alien lebih menyerupai mesin kecerdasan Intuition.
Masih ada penjelasan lain kenapa konsep STIFIn disebut simpel karena bersifat multy-angle theory. Artinya, STIFIn dapat dipakai untuk menjelaskan teori kecerdasan dan personaliti dari disiplin ilmu yang lain. Seperti konsep otak kiri dan otak kanan (Roger W. Sperry) atau pembagian neokortek sebagai otak atas dan limbik sebagai otak bawah (Paul Broca) atau pembagian 6 Hexagonal Holland (John Holland) juga konsep DISC (Thomas International) atau bahkan teori lama Hippocrates Galenus dapat dengan mudah dibedah menggu- nakan STIFIn. Urai-an persamaannya sebagai berikut:

1. Otak kiri dan otak kanan sama dengan S+T dan I+F pada STIFIn.
2. Neokortek dan limbik sama dengan T + I dan S + F pada STIFIn.

3.   • 6 Hexagonal Holland, Artistic-Realistic, identik dengan Kanan- Kiri STIFIn,
6 Hexagonal Holland, Investigative-Social identik dengan Atas- Bawah STIFIn,
6 Hexagonal Holland, Conventional-Enterprising identik den- gan diagonal Organisasi-Produksi STIFIn.
D-I-S-C pada Thomas International identik dengan S-F-I-T pada STIFIn.
Kholeris, Flegmatis, Melaneslis, dan Sanguinis sama dengan S, T, I, dan F pada STIFIn.
Perbandingan lebih lengkap dengan berbagai konsep lama yang lain dapat dilihat pada tabel halaman 20 pada buku STIFIn Personality.
STIFIn dengan mudah dapat diaplikasikan untuk anak berkebutuhan khusus serta terapi masalah-masalah kejiwaan dan kesehatan fisik. Jangan terkejut jika kami mengatakan bahwa dunia kedokteran bisa menggunakan konsep STIFIn untuk mendiagnosis penyakit secara akurat. Namun, aplikasi yang paling jitu adalah ketika konsep STIFIn digunakan untuk praktik penggemblengan diri dengan prinsip fokus-satu-hebat. Konsep kecerdasan tunggal yang dianut STIFIn lebih mampu menjelaskan realitas otak dalam keseharian. Itulah penjelasan kenapa konsep STIFIn yang menganut kecerdasan tunggal lebih aplikatif ketimbang, sebutlah, konsep kecerdasan majemuk atau Multiple Intelligence (MI) yang bisa digambarkan dengan meng- gunakan metafora sederhana: kepemimpinan ayah dalam keluarga. Menurut konsep STIFIn setiap orang memiliki seluruh otak, namun hanya ada satu yang memimpin (sebaliknya menurut MI ada dua, tiga, atau empat yang dominan). “A specialist in the construction of the whole” kata Daoed Joesoef.

Dalam satu keluarga yang terdiri atas bapak-ibu-anak, posisi pemimpin dipercayakan kepada bapak. Jika sang bapak maju, maka semua keluarga maju. Sehingga konsentrasi perhatian keluarga diprioritaskan pada sang bapak. Konsep kecerdasan tunggal yang dipakai STIFIn lebih aplikatif karena ternyata kecerdasan dominan (seperti sang bapak) mampu memiliki daya jalar yang lebih baik. Sementara kalau menurut konsep MI investasi yang dimiliki keluarga disebar kepada semuanya, sehingga postur investasi dalam keluarga terpolarisasi. Ingat bahwa kecerdasan yang lemah (dimetaforkan ibu- anak) tidak memiliki daya jalar sebagaimana kecerdasan dominan (dimetaforkan bapak).

Akurat 
Lantas kenapa konsep STIFIn disebut akurat? Semua itu karena STIFIn menguraikan cara kerja otak berdasarkan sistem operasinya, bukan kapasitas hardware-nya. Bayangkanlah satu kom- puter. Ok sudah? Yang dimaksud hardware adalah perangkat keras, sedangkan sistem operasi adalah yang berfungsi menghubungkan antara perangkat keras dengan aplikasi, seperti Microsoft Windows, Linux, Android, dan Macintosh. Nah, IQ itu adalah perangkat keras. Dengan demikian, mengukur IQ sama dengan mengukur kapasitas hardware. Makanya jika Anda tidak punya uang untuk melakukan tes IQ, tidak usah sedih, tinggal cari meteran, lalu ukur lingkar kepala, meski ini sangat kasar, tetapi kapasitas otak bisa diketahui. Kalau hasil pengukuran lingkar kepala Anda 60 cm, itu artinya IQ Anda kurang lebih 110. Mengapa dibilang sangat kasar karena dengan mengukur lingkar kepala semata-mata mengukur volume sel otak, sedangkan jumlah sambungan dendrit antar sel otak tidak diperhitungkan.
Berbeda dengan konsep yang lain, STIFIn menggunakan sistem operasi yang berbicara tentang jenis watak kecerdasan. Tiap jenis kecerdasan punya wataknya sendiri-sendiri. Jenis watak kecerdasan itulah yang kemudian disebut sebagai mesin kecerdasan. Jadi, STIFIn memetakan otak bukan berdasarkan belahan otak yang paling besar volumenya, melainkan berdasarkan belahan otak yang paling kerap digunakan. Itulah yang disebut sebagai sistem operasi. Membagi otak berdasarkan belahan otak yang berperan sebagai sistem operasi inilah yang membuat STIFIn akurat. Dalam sistem operasi tidak ada wilayah abu-abu, setiap jenis kecerdasan, seaneh apapun itu, dapat digolongkan ke dalam salah satu diantara 5 mesin kecerdasan yang ada dengan garis pemisah yang tegas.

Aplikatif 
Lalu kenapa disebut aplikatif? Jawabannya: konsep STIFIn bercirikan multy-angle field yang kurang lebih artinya, STIFIn dapat dipakai untuk menjelaskan bidang apa saja. STIFIn dapat diaplikasikan pada bidang learning, profession, parenting, couple, politic, human resources, dan bidang-bidang lainnya. Kenapa pasangan suami istri tidak harmonis? Kenapa Pak JK kalah dalam pemilu presiden? Kita dapat memakai STIFIn sebagai pisau untuk membedah dua pertanyaan itu. Tidak itu saja. STIFIn sudah menyiapkan modul-modul training secara tematik dari masing-masing topik tadi. Ketika konsep lain masih berkutat pada masalah-masalah umum, STIFIn sudah jauh di depan dengan menyiapkan training untuk masalah spesifik.

Mengenal Karakter Mesin Kecerdasan (MK)

beni badaruzaman
Setelah mengetahui letak masing-masing mesin kecerdasan (MK), kini giliran kita akan melihat karakter dari masing-masing MK tersebut. [Perlu diingat jika berbicara jenis kecerdasan, satuannya intel- ligences, jadi lengkapnya menjadi Sensing Intelligences, Thinking Intelligences dan seterusnya. Akan halnya satuan Personaliti Genetik (PG) adalah quotients
  • Sensing memiliki kecerdasan inderawi,
  • Thinking memiliki kecerdasan berpikir,
  • Intuition memiliki kecerdasan indera ke enam, 
  • Feeling memiliki kecerdasan perasaan, dan
  • Instinct memiliki kecerdasan indera ke tujuh. 
Uraiannya adalah sebagai berikut:
  • Kecerdasan S mengandalkan pancaindranya sehingga orang S cenderung praktis, konkrit, dan jangka pendek, sesuai dengan jangkauan panca inderanya.
  • Kecerdasan T mengandalkan pikiran logisnya, hal mana mem- buat orang T objektif, adil, dan efektif.
  • Kecerdasan I mengandalkan indera keenamnya dalam mengam- bil keputusan yang berarti jauh terproyeksi ke depan, menjadikannya orang yang sangat optimistis, jangka panjang, dan terkonsep.
  • Kecerdasan F selalu merujuk kepada perasaannya yang mem- buat orangnya bertenggang rasa, bijak, dan memimpin.
  • Sementara In selalu merujuk kepada indera ketujuh jika akan mengambil keputusan, menjadikan orang In spontan, pragmatis, dan rela berkorban.
Ada tiga istilah indera dalam penjelasan pada lima MK tadi masing-masing: panca indera, indera keenam dan indera ketujuh. Apa perbedaannya? Agar tidak salah pengertian, kita perlu bahas lebih rinci.
Perhatikan contoh ini: Dirut jenis S (mengandalkan keputusan- nya pada panca indera) tidak mau menaikkan targetnya tahun depan karena, menurut penglihatan panca inderanya, daya beli pasar menurun. Sebaliknya Dirut jenis I mengambil keputusan yang lebih optimistis karena hasil proyeksi indera keenamnya (diproses melalui penggunaan otak kanan) meyakini kondisi pasar tahun depan justru akan normal kembali bahkan lebih baik. Tapi Dirut jenis In yang mendapat pengetahuan begitu saja tanpa proses berpikir dari indera ketujuhnya memilih menurunkan targetnya karena menilai pasar tahun depan justru melemah dari tahun ini. Kira-kira kurang lebih begitulah perbedaan ketiga indera tadi di mana panca indera berdasar fakta, indera keenam yang memproyeksi ke depan, dan indera ketujuh yang mengandalkan naluri (atau firasat).

Atau bisa juga diibaratkan seperti ini:
  • S seperti kamera
  • I ibarat detektif dan
  • In layaknya naluri hewan.
Sekarang kita lihat 5 MK berdasarkan Konsep Triune Brain (Paul MacLean).

Menurut neurosaintis McLean otak manusia terdiri atas otak insani, otak mamalia, dan otak reptilia. Berdasarkan konsep ini, otak insani menempati posisi teratas dalam evolusi otak manusia. STIFIn sendiri berpendapat bahwa penyebutan otak insani yang mengesankan bahwa otak ini yang paling berbudaya dan paling tinggi kelasnya dibanding yang lain adalah keliru. Kami tidak sependapat dengan konsep ini. Seperti yang sudah dijelaskan pada sesi sebe- lumnya, setiap kecerdasan memiliki keunggulannya sendiri-sendiri. Tapi kita di sini tidak datang untuk mendebat konsep strata otak McLean.

Otak insani ditempati oleh kecerdasan T dan I. Mereka dengan kecerdasan T dan I memiliki kelas tersendiri karena keduanya memi- liki kesamaan dalam hal intelektualitas. Keduanya sama-sama jago dalam mengatur strategi, tidak mudah didikte, punya prinsip dan pola tersendiri, serta sama-sama keras kepala mempertahankan prinsipnya.

Sedangkan kotak S dan F berada pada strata otak mamalia. Mamalia jenis S berarti tukang makan, sedang mamalia jenis F berarti tukang kawin dan beranak. S dan F adalah sama-sama orang ‘lapangan’, lapangan rumput seperti mamalia. Mereka sama-sama eksekutor yang lebih menguasai arena kerja. Mereka sama-sama lebih tahan banting dibanding mereka yang memiliki otak insani. Orang S menguasai keterampilan teknis operasional, sedangkan orang F mahir dalam menggerakkan orang. Lihat, tipe ini tidak lebih buruk atau tidak lebih rendah kelasnya bukan, meski otaknya adalah otak mamalia.

Strata terendah dalam konsep MacLean adalah otak reptilia yang dimiliki kecerdasan In. Reptil digambarkan sebagai buas, ber- badan besar, tapi otaknya kecil sehingga gampang punah. Seperti halnya reptil, orang In merespon sangat cepat bahkan cenderung spontan apa saja dari lingkungannya. Tidak berpikir panjang, lugu,dan cenderung naif. Keunggulan otak reptilia ini adalah spiritualitas- nya yang tinggi, suka menolong dan berkorban demi kepentingan yang lebih besar. Jadi, sekalipun otaknya, menurut strata McLean, lebih rendah dari otak lain tapi ternyata dialah yang paling memiliki spritualitas tinggi. Jadi masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan bukan?

Coba perhatikan ini:
  • T yang logis dan objektif, cenderung raja tega.
  • I yang kreatif dan konseptor, cenderung a-sosial.
  • S yang dianggap suka bersenang-senang, rajin dan ulet.
  • F yang, upss.., dianggap mata keranjang, eh... malah sangat pandai berempati serta memahami perasaan orang lain.
  • In yang buas memiliki kesalehan tinggi.
Pendek kata, pada setiap MK yang memiliki kelebihan pasti akan selalu diikuti kelemahan pada sisi yang lain sebagai satu paket yang harus diterima sebagai fitrah kesejatian yang sejajar. Kesimpu- lannya, STIFIn mendudukkan tiga strata MacLean sebagai sederajat, bukan sebagai strata yang bertingkat.

Roger Sperry pemenang hadiah Nobel pada tahun 1981 mem- perkenalkan pendekatan otak berdasarkan kuadran, yakni kuadran kanan dan kuadran kiri. Sekarang masih banyak yang beranggapan bahwa otak pada kuadran kanan lebih bagus dan lebih hebat dari yang kiri. Otak kanan dianggap kreatif, fungsional, meruang, fleksi- bel, lebih manusiawi, sehingga dianggap lebih hebat. Banyak buku dan seminar yang diselenggarakan mengenai kehebatan kuadran otak kanan ini. Sebaliknya otak kuadran kiri dinilai cenderung kaku, terkotak-kotak, mementingkan disiplin, membosankan, menjadikan orang ibarat robot. Kami berpendapat pendekatan ini ketinggalan jaman. STIFIn, seperti sudah kami katakan berkali-kali, menganggap bahwa pendekatan otak kuadran kanan dan kuadran kiri memiliki kesetaraan dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing. Orang kanan yang pandai merancang tidak akan maju jika tidak ada orang kiri yang mengerjakannya.

Kemudian salah satu teori turunan dari konsep STIFIn yaitu ten tang Diagonal Produksi dan Diagonal Organisasi.

Kedua diagonal itu menguraikan kesamaan antara dua kecerdasan yang sebenarnya saling bertolak belakang. Diagonal Produksi merupakan persamaan sifat dari kecerdasan S dan I yang sesungguhnya berbeda layaknya bumi dan langit.
S sangat membumi, sedang tipe I sangat melangit.
S jangka pendek dan ‘rabun jauh’, sebaliknya I jangka pan- jang dan ‘rabun dekat’.
Tapi dibalik perbedaan yang sangat tajam itu terdapat persamaan yang juga amat mirip. S dan I sama-sama menyukai terlibat da- lam aktivitas produksi, meski dengan cara yang berbeda.
S membuat, I mencipta. S peniru, I kreator.
Diagonal Organisasi merupakan persamaan sifat dari kecerdasan T dan F. Sesungguhnya T yang raja tega dengan F yang malas mikir berbeda secara diametral seperti arah mata angin: utara dan selatan. Utara lebih dingin, Selatan lebih hangat.
Orang T lebih dingin dan berjarak dengan orang, F lebih hangat dan lebih dekat dengan orang.
Orang T menggunakan kepala, orang F menggunakan hati.
Namun diantara perbedaan yang sangat telak tersebut antara T dan F memiliki persamaan yaitu sama-sama suka mengorganisasi- kan.
Orang T mengorganisasikan dengan kepala dalam bentuk managerialship. T manager
Orang F mengorganisasikan dengan hati dalam bentuk leadership. F leader

Anda pasti bisa melihat perbedaan antara seorang manager dengan seorang pemimpin kan? Manager mementingkan proses dan hasil, pemimpin mementingkan manusia dengan emosinya.

Mengapa STIFIn mengkritisi MBTI karena, antara lain, teori diagonal ini. Berdasarkan teori diagonal ini sebenarnya tidak perlu ada tret/sifat Judging dan Perceiving pada MBTI. Karena Judging itu merupakan sifat utama dari diagonal organisasi dan Perceiving merupakan sifat utama dari diagonal produksi. Artinya Judging dan Perceiving tidak memiliki organ fisik tersendiri, melainkan sekedar persamaan sifat dalam diagonal.

Untuk memahami lebih dalam lagi tentang karakter masing- masing MK mari kita akan lihat sifat paradoks di dalam masing- masing MK.
  • S tahan banting tapi manja. Tipe S jika berjerih payah mengeluarkan keringat hingga banting tulang sekalipun, maka rasa penat dan rasa sakitnyapun cenderung berhenti di urusan fisik semata, tidak sampai dibawa ke urusan psikis atau hati. Namun di balik kekuatan banting tulangnya ini tipe S merasa perlu didukung orang lain. Ia membutuhkan seperangkat sumberdaya dan dukungan konkrit untuk mudah menjalankan tugasnya. Pada bagian inilah orang S kelihatan manjanya dan kurang mandiri.
  • Tipe T adalah mesin profit yang mahir tapi suka terjebak pada hal-hal sepele. Alasan kenapa tipe T bisa diandalkaan jadi pencari keuntungan karena kemandirian dan sistematikanya dalam bekerja. Namun ketika ada tuntutan untuk berpikir besar, tipe T malah menghabiskan energinya pada hal-hal kecil yang remeh-temeh, tidak esensial, teknis, padahal seharusnya ia bicara hal strategis.
  • Tipe I adalah reformis atau pembaharu tapi kurang sadar musuh. Tipe I berjiwa pengusaha dan menyukai perubahan, karena itu ia selalu melihat peluang untuk melakukan perubahan untuk mengimplementasikan konsepnya. Namun terkadang apa yang akan direformasi selangkah lebih cepat dari jamannya atau keinginan banyak pihak. Hal ini membuat orang I sudah melangkah jauh di depan, sementara orang lain tertinggal di belakang. Tipe I tidak memiliki interes untuk membangun platform. Baginya yang penting adalah memperjuangkan ide. Menurutnya ide adalah jalan terbaik untuk melangkah. Hal inilah yang membuat ia tidak sadar bahwa orang lain yang tidak terbawa atau tidak bisa mengikuti kecepatannya menjadi musuhnya. Mereka kecenderung memiliki musuh bukan yang datang dari samping tapi justru datang dari bawah oleh karena arus bawah tidak suka dengan tipe I yang terlalu bersifat vertikal.
  • Sedangkan sifat paradoks pada tipe F, antara lain, adalah visinya jauh ke depan tapi mudah menyerah. Tipe F layaknya seorang ideolog, pemimpin yang visioner, berani menghadapi arus yang melawannya, namun, sayangnya, kegigihannya seperti ‘hangat-hangat tahi ayam’, naik turun mengikuti mood-nya. Ketika ketidakstabilannya itu terbaca oleh lingkungannya mulailah muncul resistensi. Jika resistensi itu berlanjut pada skala yang lebih besar, apalagi jika ditambah persoalan-persoalan lain yang bersifat teknis dan non teknis, membuat ia cepat menyerah.
  • Pada tipe In, salah satunya, adalah generalis tapi tanggung, tidak tuntas. Tipe In memang serba bisa, responsif, cepat tanggap, pragmatis, dan berpikir holistik secara cepat, namun karena persentase pada empat belahan otaknya serba 50% yang membuat ia tidak menjalani pekerjaannya hingga tuntas.
Sekarang kita akan merinci masing-masing tipe kecerdasan. Kita mulai dari gambaran peran otaknya. Masih ingat kan bahwa setiap kita memiliki satu, hanya satu dan tidak lebih, kecerdasan dominan sehingga pada kecerdasan dominan itulah porsi analogis peran otak sebebar 100%. Jadi, pada tipe kecerdasan S dengan sendirinya porsi peran otaknya 100% pada limbik kirinya, sedangkan inferiornya berada pada I yang porsinya hanya sebesar 20%, adapun persentase T dan F-nya masing-masing + 40%; kalau T 45% maka F 35% atau sebaliknya. Mengenai profil keseharian S dapat diringkas dalam sepuluh sifat berikut ini: buktikan!, teliti, perhatian pada detail, menuntut bukti, rajin, pikiran terangkai, mendapatkan hasil, membutuhkan kepastian, suka mencontoh, suka non fiksi, dan kuat ingatan. Sesuai teori Pavlov tentang rangsangan dan hambatan, tipe S memiliki eksitasi tinggi dan inhibisi rendah. Artinya dirangsang dari luar (eksitasi) gampang dan tidak punya halangan (inhibisi) dari dalam untuk beraksi. Itulah kenapa tipe S ini mudah dibentuk, rajin serta berstamina. Kerena rajin dan berstamina itulah atau bugar karena hormon kortisolnya tinggi, tipe S cenderung memiliki keterikatan hubungan dengan harta, dimana ada hormon kortisol disitu ada duit; calon orang kaya.

Sekarang rincian untuk Tipe T. Berdasarkan persentase analogis, maka persentase otak neokortek kirinya sebesar 100%, dimana T berada. Berdasarkan teori menyilang superior-inferior, maka otomatis persentase F yang merupakan kelemahan orang T hanya sebesar 20%. Sedangkan persentase S dan I-nya masing-masing + 40%; atau jika S 45% maka I 35% atau sebaliknya. Lalu seperti apakah profil keseharaian kecerdasan T? Ini dia sepuluh yang paling menonjol: yaitu: “pikirkan!”, logis–rasional, kurang peka, dingin, jaga jarak, tanya data, kritis, tegas tuntut hak, maskulin. Apabila memakai teori Pavlov, maka tipe T memiliki eksitasi rendah dan inhibisi tinggi. Susah dirangsang dan pada saat yang sama punya halangan dari dalam yang besar. Orang ini susah digerakkan dan sulit bergerak sendiri. Kira-kira bisa disebut sebagai super defensif. Inisiatif dan kemandiriannya datang dari pikirannya, tetapi berhitung untuk beraksi. Meski super defensif, namun bertangan dingin, karena yang bekerja bukan ototnya tetapi kepalanya, sehingga cenderung memiliki kerkaitan dengan tahta; ya....calon penguasa.

Kini giliran Tipe I. Porsi peranan otaknya dapat dianalogikan sebagai berikut: Otak neokorteks kanannya yang ditempati I sebesar 100%, kecerdasan terlemahnya adalah S sehingga porsinya hanya sebesar 20%, sedangkan persentase T dan F-nya masing-masing + 40%; kalau T 45% maka F 35% atau sebaliknya. Adapun karakteristik sehari-hari yang ditampilkan tipe ini adalah : “bayangkan!”, gambaran besar, kreatif–unik, abstrak–teoritis, orientasi masa depan, pola beragam, analogi dan metafora, suka alternatif, suka cerita fiksi, hal besar dan strategis. Sementara eksitasi dan inhibisanya sama-sama rendah: Kesimpulannya orang seperti ini susah dirangsang, tapi tidak punya halangan dari dalam untuk beraksi. Dengan demikian tipe I ini hanya akan maju jika punya dorongan dari dalam, misalnya, ia punya mimpi. Apabila sudah terdorong dari dalam, maka tidak ada hambatan baginya untuk menjalankan programnya. Tipe seperti inilah yang sesuai dengan kemistri kata; calon pengusaha. Karena kualitas keputusannya sangat tergantung dari wawasan ilmunya (atau kata).

Sekarang Tipe F. Berdasarkan persentase analogis, peran limbik kanan sebagai mesin kecerdasan F-nya sebesar 100%, persentase T sebagai yang terlemah sebesar 20%, sedangkan persentase S dan I masing-masing + 40%; apabila S 45%, maka I 35% atau sebaliknya. Adapun sepuluh profil keseharian F yaitu: “rasakan...”, main hati, berorientasi pada orang, mengukur perasaan, hangat dan ramah, empatik dan simpatik, mudah tersinggung, suka ngobrol, meyakinkan, lembut dan penyayang. Jika memakai teori Pavlov, tipe F sama-sama memiliki eksitasi dan inhibisi tinggi. Mudah dirangsang dari luar tapi hambatan dari dalamnya juga besar terutama datang dari suasana hatinya yang cepat berubah-ubah, sehingga tidak mudah untuk beraksi. Akibatnya tipe F ini lebih mudah jika memanfaatkan potensi yang lain yaitu menebarkan cintanya yang punya stok banyak. Tipe seperti inilah yang cenderung berkemistri cinta; calon pemimpin.

Terakhir, rincian untuk tipe In. Inilah kecerdasan yang serba bisa tapi pada saat yang sama juga serba setengah. Porsi peran otaknya tidak memiliki sisi inferior seperti yang lain, karena selain In yang 100%, empat yang lain semuanya 50%. Adapun sepuluh gambaran kesehariannya: “ayo..cepat!”, spontan, naluri, senang terlibat, pragmatis, generalis, menolong, to the point, temannya banyak, mudah adaptasi, traumatik, pendamai. Tipe In tidak punya eksitasi dan inhibisi yang artinya orang tipe ini spontan, responsif, penolong. Tipe seperti inilah yang berkemistri dengan bahagia; calon pegiat nirlaba.
Lantas bagaimanakah cara belajar yang harus dilakukan setiap mesin kecerdasan? Apakah ada perbedaan cara masing-masing kecerdasan? Perhatian uraian berikut ini: Tipe S yang jago mengingat mesti rajin menghafal. Tipe T yang jago menalar harus rajin membuat skema pelajaran. Tipe I yang jago spasial mesti rajin berkreasi sendiri. Tipe F yang jago auditori harus rajin berdiskusi pelajaran. Dan tipe In yang jago merangkum sebaiknya belajar secara deduktif. Inilah salah satu perbedaan mendasar dari In dengan keempat tipe lainnya, yakni sementara keempat tipe yang lain induktif (dari detil ditarik kesimpulan), In justru belajar dengan cara deduktif (dari kesimpulan diuraikan ke detail).