Rabu, 12 Juni 2013

AKU Remaja Masa Kini


Ujian nasional baru saja selesai dilaksanakan. Keluh kesah, jeritan-jeritan kecil mengenai sulitnya soal ujian nasional selalu terdengar setiap kali siswa-siswa kelas 3 SMP maupun SMA keluar ruang ujian.
"Padahal udah tiga kali gue ikutan try-out di bimbel loh!"
"Gue pasrah aja deh ngikutin bocoran yang dikirim sms semalem" 
Komentar-komentar seperti ini rasanya tidak asing lagi. Memang sudah menjadi pola yang umum dimana remaja sekarang cenderung mengambil jalan-jalan pintas dalam mencapai tujuannya. Untuk bisa lulus ujian nasional dengan nilai yang memuaskan, kebanyakan dari mereka lebih memilih mengikuti program bimbingan belajar intensif satu bulan sebelum ujian, daripada menyiapkan diri dengan tekun belajar sejak jauh hari di sekolah. Parahnya, tak sedikit pula yang mengambil jalan tol dengan mencari bocoran jawaban soal ujian. Kelompok yang ini bahkan rela merogoh saku dalam-dalam demi mendapatkan bocoran yang paling akurat.

Dari pengalaman melaksanakan tes penelusuran minat bakat, saya juga bisa menemukan pola yang serupa. Remaja yang sudah menduduki kelas akhir, baik di SMP maupun SMA, sering tidak tahu mau melanjutkan sekolah ke mana. Begitu pula ketika saya melakukan konseling karir bagi para lulusan perguruan tinggi. Masih banyak dari mereka yang merasa kurang yakin harus melanjutkan ke mana jika ingin kuliah lagi, atau memilih bidang kerja apa yang paling pas. Psikolog, ataupun hasil penelusuran minat dan bakat, menjadi tumpuan harapan mereka untuk mendapatkan pengarahan menyeluruh mengenai jalan hidup yang akan mereka tempuh. Tak jarang mereka bahkan bertanya ke psikolog mengenai universitas mana saja yang memiliki jurusan pendidikan yang mereka minati, atau perusahaan mana yang cukup bonafide sebagai tempat memulai karir. Sungguh mengecewakan kalau untuk informasi demikianpun mereka tetap harus disuapi.

Sikap-sikap seperti inilah yang menyebabkan remaja masa kini sering dikatakan sebagai generasi instan. Generasi yang maunya langsung bisa melakukan sesuatu, langsung dapat petunjuk dari orang lain, langsung bisa menikmati sesuatu tanpa harus berusaha keras untuk mendapatkannya. Seringkali saya berpikir, apa ya yang menyebabkan fenomena ini muncul? Kalau dikaji baik-baik, bukan sepenuhnya kesalahan si remaja bahwa mereka terbentuk menjadi generasi instan. Berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya memiliki andil dalam membentuk gaya atau sikap mereka yang demikian :

Pengaruh Globalisasi

Perubahan yang terjadi dalam lingkungan global dimana informasi dapat dengan sangat cepat diakses, membuat semuanya terlihat serba mudah. Berbagai bentuk gadget yang digandrungi remaja, komputer yang sudah digunakan sejak mereka berusia sangat muda, dan akses ke dunia global yang dapat dilakukan dalam hitungan detik, membuat impresi pada remaja bahwa seperti inilah seharusnya segala sesuatu berproses. Mereka secara otomatis memandang hal-hal yang membutuhkan proses lama sebagai hal yang memakan waktu, tidak praktis, dan merugikan.

Pengaruh Keluarga

Semakin tingginya tingkat pendidikan orang tua di dalam keluarga meningkatkan pula taraf kesejahteraan keluarga tersebut. Selain itu, orang tua juga cenderung tidak ingin anaknya ketinggalan jaman, gagap teknologi, atau  mengalami kesulitan seperti mereka dulu. Hal ini membuat orang tua dengan gampangnya mengabulkan permintaan anak, atau memfasilitasi anak-anaknya dengan beragam perlengkapan teknologi dan informasi yang belum tentu mereka butuhkan. Alhasil, anak-anak dimanjakan dengan segala kemudahan yang ada dan merasa tidak perlu melalui proses yang cukup lama untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Yang menyedihkan adalah remaja dari kalangan bawah dengan orang tua yang memiliki keterbatasan ekonomi. Remaja kalangan ini mulai banyak melakukan hal-hal melanggar norma demi dapat menyamai gaya hidup rekan-rekannya dari kalangan atas. Beberapa fenomena kriminal mulai dari pencurian oleh remaja, hingga remaja yang menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) jelas merupakan usaha instan untuk menyetarakan diri dengan remaja lain.

Pengaruh Institusi Pendidikan

Saat ini banyak sekolah yang hanya mengejar target kelulusan siswa karena hal tersebut akan mendongkrak nama sekolah. Hal ini juga berpengaruh pada sikap orang-orang yang terlibat dalam proses pendidikan formal. Sudah sangat jarang kita dengar ada guru yang menekankan pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dibanding sekedar nilai ujian yang tinggi. Kecenderungan cara mengajar guru sekarang adalah memberikan rumus-rumus singkat atau kisi-kisi materi ujian yang dapat membantu siswanya mengerjakan soal ujian secara mudah dan cepat. Metode pengajaran seperti ini tidak lagi mengajak siswa berusaha memahami pelajaran secara menyeluruh tetapi lebih fokus pada topik-topik yang diperkirakan akan keluar di ujian. Pada akhirnya, siswa pun enggan meluangkan waktu untuk mempelajari kembali keseluruhan materi pelajaran karena toh pada akhirnya guru maupun pihak bimbingan belajar akan memberikan ringkasan materi dalam format yang sudah rapi.

Melihat berbagai faktor di atas, tak heran remaja masa kini menjadi generasi yang instan. Rupanya banyak sekali kemudahan-kemudahan yang mereka temui di dalam kehidupannya. Sampai-sampai untuk menentukan langkah hidup pun mereka begitu saja menyerahkan diri kepada saran psikolog berdasarkan hasil penelusuran minat dan bakat. Padahal sebenarnya mereka juga dapat melakukan sendiri suatu proses yang dimulai dengan pengenalan potensi diri sendiri, bakat apa yang mereka miliki, dan hal-hal apa saja yang mereka sukai. Dengan menelaah hal-hal ini mereka dapat mencari sendiri informasi tentang bidang-bidang apa yang bisa mereka geluti di perguruan tinggi atau dalam pekerjaan.

Nah, untuk membantu proses pengenalan diri dan penetapan tujuan ini, ada sebuah konsep sederhana yang sangat bermanfaat yang disebut dengan Penetapan A-K-U (Ambisi – Kenyataan – Usaha). Melalui konsep ini, para remaja bisa mulai belajar menetapkan tujuan-tujuannya sendiri sesuai dengan keadaan dirinya saat ini. Tidak hanya itu, remaja juga bisa mulai merancang usaha-usaha apa saja yang perlu ia lakukan untuk bisa mencapai tujuannya tersebut.

Ambisi

Ambisi adalah segala sesuatu yang ingin dicapai seseorang. Untuk mengetahui Ambisinya, remaja harus melakukan analisis mengenai apa yang menjadi sasaran-sasarannya dalam hidup. Hal-hal apa saja yang ia anggap berarti, yang ingin ia raih di masa yang akan datang. Apakah ingin menjadi pengacara terkenal, ingin memiliki restoran keluarga, atau ingin menjadi perancang busana untuk butiknya sendiri. Yang penting, Ambisi yang ditetapkan harus mengikuti hukum SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound). Artinya, Ambisi yang hanya berupa “ingin jadi akuntan ngetop” saja tidaklah cukup. Ambisi tersebut perlu dipertajam lagi, misalnya “ingin menjadi akuntan yang tergabung dalam PriceWater House Cooper, dan setelah bekerja selama 2 tahun sudah bisa menangani top ten best companies di Indonesia”  Jangan lupa menyelaraskan satu ambisi dengan ambisi yang lain, juga pastikan ambisi-ambisi tersebut mungkin tercapai.

Kenyataan

Kenyataan yang dimaksud di sini adalah keadaan diri pribadi remaja. Karakteristik apa saja yang ia miliki, segala bentuk keterbatasan, keahlian, hobi, minat, dan lain lain. Selain itu, di dalam kenyataan ini juga termasuk keadaan-keadaan tertentu yang ada di sekitar remaja, misalnya keadaan sosial ekonomi keluarga, jumlah saudara kandung, koneksi-koneksi sosial yang dimiliki, dan sebagainya. Untuk mempermudah, kenyataan diri ini dapat disusun menjadi dua bagian besar. Yaitu kenyataan-kenyataan yang sifatnya membantu pencapaian ambisi, dan kenyataan yang berkemungkinan menghambat pencapaian ambisi.

Usaha

Setelah merumuskan Ambisi dan Kenyataan dirinya, remaja bisa mulai mencari-cari jalur apa saja yang bisa ia tempuh untuk bisa meraih ambisi-ambisinya. Yang perlu disadari adalah bahwa terkadang tidak mungkin mencapai suatu ambisi dengan hanya mengandalkan usaha satu langkah saja. Untuk ambisi menjadi akuntan terkenal misalnya, tentu pertama-tama harus lulus ujian nasional dulu, lalu masuk jurusan akuntansi di perguruan tinggi berkualitas, mendapat IPK minimal 3,00, dan diterima kerja di Kantor Akuntan Publik ternama. Masing-masing lagkah Usaha ini dapat dijadikan sebagai sub-Ambisi demi tercapainya Ambisi utama menjadi akuntan terkenal.

Tidak sulit bukan? Yang menjadi tantangan memang bukanlah membuat remaja menyusun penetapan A-K-U-nya, melainkan menyadarkan bahwa merekalah yang bertanggung jawab atas masa depannya sendiri. Oleh karena itu hendaknya mereka mau meluangkan waktu untuk sedikit melalui proses mandiri merancang keberhasilannya.

Nah, nampaknya kita dan para orang tua pun perlu merancang penetapan Ambisi kita yang baru, yaitu membuat generasi masa kini bukan menjadi generasi instan, melainkan menjadikannya generasi brilian yang pintar memaknai kehidupan. Bahwa bukan pencapaian-pencapaian saja yang penting, melainkan juga seberapa besar proses usaha yang dilalui untuk bisa meraih pencapaian tersebut.

beni badaruzaman

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar :

Posting Komentar